BAUBAU, sultrainformasi.id – Kasus dugaan pemerkosaan dua anak di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) WAS (4) dan WAR (9) memasuki babak baru usai perkara ini melewati rentetan persidangan. Dalam perkara ini, saudara korban jadi tersangka hingga pelaku masih bebas berkeliaran.
Sejumlah kejanggalan proses penyelidikan, penyidikan oleh Polres Baubau hingga penuntutan oleh jaksa terungkap dalam persidangan. Dalam fakta persidangan tersebut, tidak ditemukan alat bukti yang mengarah kepada terdakwa AP.
Sebaliknya, kedua korban secara konsisten menyebut pelaku utama adalah 7 pekerja perumahan, developer, hingga tetangganya. Namun, polisi dan jaksa mengabaikan keterangan korban, dan menetapkan saudaranya AP sebagai tersangka hingga menjadi pesakitan di persidangan.
Proses penyidikan dan penuntutan pun dianggap ugal-ugalan, penegak hukum cenderung melakukan abuse of power untuk mengaburkan 7 pelaku utama yang masih bebas berkeliaran.
Sebelumnya, kakak korban berinisial AP dituduh sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap kedua adiknya, setelah ibu mereka melaporkan kasus ini ke Polres Baubau, pada 28 Januari 2023 lalu.
Kejanggalan Penetapan Tersangka
Kuasa hukum terdakwa AP, Aqidatul Awwami membeberkan sejumlah kejanggalan yakni penetapan tersangka terhadap kliennya tersebut tanpa melalui surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP).
Menurut Aqida, seharusnya, tanpa SPDP kasus ini terhenti ketika saat proses sidang praperadilan. Pasalnya, SPDP sendiri merupakan objek praperadilan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“SPDP tidak ada. SPDP kan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi ranah objek praperadilan. Faktanya berkas perkara tidak dilengkapi SPDP,” kata Aqidatul Awwami.
Saat menangkap AP, polisi juga tanpa mengantongi surat perintah penangkapan dan penahanan. Hal ini merupakan kejanggalan dan pelanggaran prosedur kepolisian.
Di samping itu, tim kuasa hukum juga menemukan 2 berkas perkara penetapan tersangka terhadap AP berbeda, antara yang dikantongi jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum serta majelis hakim.
Pertama, surat penetapan tersangka versi JPU 29 Januari 2023, nomor angka tertulis dengan ketikan. Dokumen penetapan tersangka kedua, yang dipegang hakim yakni tertanggal 28 Januari 2023 dengan nomor angka tulis tangan.
Aqida menceritakan, dalam proses persidangan, Kanit PPA Satreskrim Polres Baubau, Aipda Mulyono Santoso membantah dirinya yang menyusun dokumen penetapan tersangka itu.
Mulyono menuding, dua surat itu dibuat Brigadir Rahmiyanti Ahmad, merupakan pemeriksa korban dan terdakwa. Namun, hal sebaliknya disampaikan Rahmiyanti. Keduanya pun terlihat saling tuding.
“Bu Rahmiyanti menyampaikan, saya juga tidak tahu, saya juga menyerahkan kepada pak Mulyono,” ujar Aqidah menirukan bahasa penyidik Rahmiyanti saat sidang pemeriksaan saksi verbal lisan.
Tak mau menyerah, tim kuasa hukum lantas kembali mencecar sejumlah pertanyaan penyidik terkait dua surat penetapan tersangka yang berbeda tersebut.
Aqida melihat, 2 surat penetapan tersangka itu merupakan kejanggalan, lantaran tidak pernah terjadi dalam proses penyidikan di kepolisian.
“Kami menanyakan, apakah ini sering terjadi di kepolisian. Mereka menjawab, biasanya kami punya satu berkas yang diserahkan kepada hakim, dari hakim itu kemudian di-copy (digandakan) oleh kejaksaan, penasihat hukum,” ucapnya.
“Atau katanya kadang ke kejaksaan, tapi berkasnya sama yang dipegang hakim. Mereka jawab lagi, katanya ada dua (berkas) biasanya. Kami tanya, menurut perkap (Peraturan Kapolri) bagaimana?, mereka jawabnya kontradiksi,” katanya.
Kala itu, tim penasihat hukum terdakwa meminta kepada hakim agar keduanya dikonfrontir. Tetapi hakim tidak mengizinkan karena waktu yang kasip.
Secara de facto, kata Aqida, penetapan AP sebagai tersangka adalah berdasarkan atas keterangan prematur dan tidak sah dari saksi-saksi.
Para saksi itu yakni tetangga korban Samsiar, anggota Buser Polres Baubau La Ode Yusuf, kepala tukang Asril, dan menantu developer perumahan, AR berinisial Sarman.
Aqidatul mencatat, polisi menetapkan tersangka lebih dulu pada 28 Januari 2023, padahal saksi-saksi belum selesai diperiksa. Bahkan, berkas perkara ditandatangani setelah penetapan tersangka, yakni 29 Januari 2023.
Saksi Samsiar dan La Ode Yusuf yang diperiksa pada 28 Januari 2023, bertanda tangan di BAP pada 29 Januari 2023 malam pasca-ditetapkannya AP sebagai tersangka.
Di samping itu, dua saksi yakni Asril dan menantu pemilik perumahan, AR yakni Sarman tidak selesai diperiksa pada 28 Januari 2023.
Dasar penetapan tersangka tersebut dari pengakuan ketiga saksi yakni Samsiar, Asril dan Sarman. Dalam BAP penyidik Polres Baubau, ketiga saksi ini melihat serta mendengar AP mencabuli adiknya dengan modus mengajak tidur siang.
Namun, dalam fakta persidangan, tidak ada satupun saksi ini yang mendengar AP ini mengajak adiknya tidur siang. Itu hanya keterangan Sarman. Samsiar tidak pernah melihat dan mendengar AP mengajak adiknya tidur siang.
Sarman dalam fakta persidangan terungkap, bahwa ia sebenarnya rabun jauh dan tidak bisa melihat dengan jelas dalam radius 3 meter. Tetapi dikonstruksikan seolah dapat melihat dengan pasti dari jarak 10 meter.
“Keterangan Sarman menjelaskan bahwa sebenarnya tahu terdakwa AP merupakan pelaku pencabulan terhadap kedua adiknya dari pemberitaan media online,” urainya.
Bagi Aqidatul, inilah fakta persidangan yang membantah seluruh dasar penetapan tersangka hingga penuntutan jaksa. Ia menganggap, penetapan tersangka ini dilakukan secara tendensius dan ugal-ugalan.
“Penetapan tersangka kepada terdakwa AP yang mengacu kepada saksi-saksi telah menunjukkan adanya penyelundupan hukum dan penindasan hak asasi terdakwa AP,” tegasnya.
Polisi Unduh Video Porno Untuk Jerat Tersangka
Personel Satreskrim Polres Baubau diduga mengunduh video porno untuk menjerat AP, pada 5, 25 dan 28 Januari 2023. Jaksa mendakwakan, video itu ditemukan di galeri setelah dipulihkan dari file sampah.
Padahal, ponsel merk Redmi berwarna hitam milik AP disita polisi pada 28 Januari 2023. Tetapi, konten pornografi ini dikonstruksikan seolah-olah AP karena sering menonton video tak senonoh, sehingga mencabuli kedua adiknya.
Saksi fakta yakni 2 anggota Buser Satreskrim Polres Baubau yakni La Baya dan La Ode Yusuf menyampaikan, video tersebut berasal dari galeri handphone AP. Tetapi, keterangan ini dibantah oleh saksi yang lain.
Aqidatul menyebut, dalam fakta persidangan, 3 konten video porno tersebut diakui oleh saksi Jelita, bahwa diperoleh dari file sampah.
“Dia (Jelita) sampaikan, konten porno yang ada di handphone AP tersebut, tidak diambil dari galeri tapi dari folder sampah,” ujar Aqidatul.
Tetapi, ketika penyidik diperiksa tak bisa membuktikan hasil uji digital forensik konten porno tersebut dan tak mampu menunjukkan berita acara pemindahan dari file sampah ke galeri sesuai dengan Peraturan Kapolri.
Barang bukti handphone, kata Aqida, kategorikan sebagai informasi elektronik, dimana cara perolehannya wajib memenuhi syarat formil dan materil.
Hal itu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang ITE.
Secara yuridis perolehan barang bukti informasi elektronik harus memuat syarat-syarat formil sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU RI Nomor 11 tahun 2008 Tentang ITE.
Selanjutnya untuk menentukan validitas alat bukti elektronik tersebut diperlukan pengkajian ahli digital forensik sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP.
“Saat penyidik kami tanya, katanya lupa (membuat berita acara pemindahan barang bukti). Kami tanya lagi, ada tidak hasil laboratorium digital forensik untuk memverifikasi, validasi kebenaran dan keabsahan video. Tidak ada, kata penyidik,” beber Aqida.
Sehingga, tim kuasa hukum menyampaikan keberatan ponsel tersebut dihadirkan sebagai barang bukti. Tim penasehat hukum AP mengatakan, barang bukti itu tidak sah.
Namun, fakta mencengangkan ditemukan, bahwa video porno dalam ponsel AP di-download pada 5, 25 dan 28 Januari 2023. Padahal AP sudah ditahan pada waktu itu.
Fakta tersebut diterangkan pula terdakwa AP, bahwa terdapat video porno yang pernah ter-download pada sekitar bulan Januari 2023. Fakta penguasaan handphone oleh penyidik pada tanggal 28 Januari 2023.
Sebagaimana diterangkan oleh anggota Buser Polres Baubau La Ode Yusuf dan La Baya serta dikuatkan dengan adanya Surat Perintah Penyitaan Nomor: Sp.Sita/06/I/2023/Reskrim tanpa tanggal bulan Januari 2023.
Faktanya, pada 28 Januari 2023 handphone tersebut sudah tidak lagi berada di dalam kekuasaan terdakwa AP, melainkan di tangan penyidik.
“Handphone sudah dalam penguasaan penyidik. Ada riwayat downloadnya, 3 konten. Makanya kami tanyakan, bagaimana bisa dikaitkan dengan peristiwa pidana di (24) Bulan Desember, mereka tidak bisa jawab,” urainya.
Terdakwa Diancam Ditembak, Diintimidasi Dipaksa Mengaku
Tak sampai di situ, kuasa hukum melihat proses penyidikan sarat direkayasa. Pasalnya, kakak korban berinisial AP dipaksa mengaku bahwa dialah yang mencabuli 2 adiknya.
Terdakwa AP diintimidasi, diancam ditembak, hingga dipukuli menggunakan hanger oleh polisi agar memberi pengakuan memperkosa adiknya.
Pengacara AP, Jusmang Djalil, mengatakan saat diperiksa, polisi bernama La Ode Yusuf menaikkan kakinya di kursi yang diduduki terduga pelaku sambil direkam video.
“Anak ini (AP) diperiksa dalam keadaan yang sudah larut malam. Dia ditanya, duduk di kursi, kemudian kakinya La Ode Yusuf ini di kursinya dia. Hanya yang di video itu dipotong. Jadi diambil saja yang ada pengakuan AP,” kata Jusmang.
Menurut kuasa hukum, sepanjang pemeriksaan, AP dipukul menggunakan gantungan baju ke arah mulutnya, dan ditodongkan pisau agar mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukan.
Karena merasa terancam, terdakwa AP mengiyakan apa yang diarahkan penyidik. Penyidik mengarahkan AP seolah-olah olah mencabuli kedua adiknya menggunakan jari tangan.
“Perkara pemerkosaan dilaporkan oleh ibu korban ke Polres Baubau, tetapi dari awal penyelidikan, penyelidikan hingga tuntutan jaksa semua diarahkan ke kasus pencabulan,” timpal Aqidatul Awwami.
Selain itu, saksi bernama Asril, merupakan kepala tukang, mengaku melihat AP bermain handphone yang isinya video gambar porno. Katanya AP menonton video porno itu di depan rumahnya.
Namun, ketika diinterogasi di depan sidang, Asril tidak yakin melihat video atau gambar apa yang dinonton AP di handphonenya. “Saya tidak yakin katanya, apakah video atau gambar,” kata Aqidatul.
“Kemudian saya tanya lagi, gambar laki-laki atau perempuan, saya tidak yakin katanya,” “Rambut perempuan atau laki-laki?,” tanya Aqidatul. “Saya tidak tahu,” jawab Asril. “Rambut pirang atau rambut hitam. Saya tidak tahu katanya.
“Apa yang bapak tahu. Kemudian pada satu kesimpulan bahwa itu konten porno, apa yang bapak lihat?. Saya tidak tahu. Apakah berkulit cokelat atau hitam, perempuan Asia, Afrika, atau barat. Dia tidak yakin,” ungkapnya.
Tetapi, JPU mengabaikan fakta sidang tersebut. Jaksa tetap menuntut terdakwa AP berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari penyidik.
Tim kuasa hukum terdakwa berharap, dari berbagai rentetan kejanggalan, majelis hakim memutus perkara ini dengan melihat fakta persidangan dan menjatuhkan vonis bebas terhadap AP, jauh dari tuntutan JPU yakni 7 tahun penjara.
Terpisah, Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk tak merespon pesan WhatsApp wartawan pada Selasa (24/9/2023) malam.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Baubau, Wahyu Wibowo mengatakan, pihaknya enggan mengomentari tuntutan JPU, sebab sidang berlangsung tertutup.
“Soalnya sidangnya tertutup. Jadi sidang vonis baru kita tahu faktanya seperti apa,” ujarnya saat dihubungi via telepon WhatsApp, pada Rabu (25/12/2023).
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐤𝐮𝐧𝐣𝐮𝐧𝐠𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢 𝐆𝐨𝐨𝐠𝐥𝐞 𝐁𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐮𝐥𝐭𝐫𝐚𝐢𝐧𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢.𝐜𝐨𝐦, 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢.