KENDARI, SULTRAINFORMASI.ID – Cerita sedih korban 140 jemaah asal Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga ditelantarkan oleh pihak travel haji dan umrah Smarthajj yang berkantor di Kota Kendari. Bahkan, ada satu rombongan 25 orang tertipu tiket palsu hingga dicap imigran gelap.
Terbaru diketahui, ternyata jemaah umrah yang diberangkatkan ada dua warga Sultra meninggal dunia. Salah satu jemaah umrah korban travel Smarthajj yang meninggal dunia adalah Gusman Sanusi (50) warga asla Kota Baubau. Korban meninggal dunia di pesawat penerbangan Filipina-Malaysia, Rabu (05/02/2025) dini hari.
Sementara satu korban lagi merupakan warga Kota Kendari meregang nyawa di Mekkah, Arab Saudi. Kedua korban meninggal dunia diduga akibat kelelahan karena terlantar di beberapa bandara di luar negeri.
Salah satu korban, Sri Indrawati Rayen (51) bercerita, sebelum mengikuti umrah, sebanyak 140 calon jemaah mengikuti manasik di Hotel Claro, pada 18 Januari 2025.
Ratusan calon jemaah ini terdiri dari perjalanan 9 hari dan 12 hari yang akan berangkat pada 22 Januari 2025. Sri Indrawati merupakan kelompok perjalanan 9 hari.
“Rencana awal yang disampaikan dari travel berangkat 22 Januari 2025. Namun pada saat manasik berubah menjadi 20 Januari 2025,” kata Sri kepada sultrainformasi.id, Senin (10/02/2024).
Akibat perubahan jadwal ini, kata Sri, izin cuti kantor sebagian jemaah harus diusulkan ulang. Selain perubahan jadwal keberangkatan, rute awal juga berubah.
Awalnya, ratusan jemaah umrah akan melalui rute Kendari, Makassar, Malaysia, Jeddah, Madinah dan Mekkah. Namun, saat keberangkatan, jemaah harus terbang dari Kendari menuju Jakarta terlebih dahulu.
Selanjutnya, 140 jemaah ini pun berangkat dari Kendari menuju Jakarta, pada 20 Januari 2025. Namun, sampai di Jakarta, ratusan jamaah tak mengetahui ke mana rute selanjutnya, karena belum memiliki tiket dari travel.
“Sampai di Jakarta, kami belum ada tiket dari travel, sehingga harus menginap selama 3 malam. Akibatnya, kami gelisah menanyakan kapan sampainya, karena keluarga kerabat sudah bertanya tanya,” jelasnya.
Karena tanpa kepastian, para jemaah akhirnya mendesak pihak travel Smarthajj untuk segera diberangkatkan ke Mekkah. Pihak travel kemudian memesan tiket melewati Jakarta – Bangkok, pada 22 Januari 2025.
Jemaah setuju terbang dari Jakarta – Bangkok, namun dengan pertimbangan, setibanya di bandara Bangkok, mereka harus mengantongi tiket pesawat dan langsung terbang ke Jeddah. Pihak travel pun sepakat.
Namun, tambah Sri Indrawati, tak seluruh jemaah terbang ke Bangkok. Melainkan, terpencar melewati Malaysia dan Singapura, bahkan tak sedikit jemaah ditinggal di Jakarta, padahal sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta.
Menurut Sri, jemaah yang belum terbang saat itu, karena kehabisan tiket pesawat. Mereka akhirnya dipulangkan ke hotel.
“Di sini hati kami mulai sedih menangis dan terguncang karena yang tertinggal di Jakarta itu kebanyakan lansia, kami bayangkan andai itu adalah orangtua kami,” kesal Sri Indrawati.
Tetapi, lanjut Sri, sebelum berpisah dengan jemaah yang ditinggal di Jakarta, mereka mencoba menguatkan dan meyakinkan para lansia ini bahwa akan bertemu kembali di tanah suci Mekkah.
Mereka lantas berangkat menuju Bangkok. Setiba di Bangkok, travel Smarthajj ini kembali ingkar janji. Alih-alih mendapatkan tiket pesawat ke Jeddah, mereka kembali harus menginap selama 3 hari 3 malam di Thailand.
“Ternyata sampai di Bangkok kami juga belum ada kejelasan tiket menuju tanah suci. Akhirnya setelah 3 malam diinapkan di Bangkok baru kami ada tiket 25 Januari menuju Jeddah,” ungkap wanita lansia ini.
Namun, para jemaah tak langsung terbang ke Jeddah Arab Saudi, melainkan harus transit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Bahkan, rombongan diterbangkan secara terpisah.
Hampir sepekan di perjalanan, jamaah akhirnya tiba di Jeddah, Arab Saudi pada 26 Januari 2025, sekira pukul 00.05 waktu setempat. Selanjutnya, jemaah berangkat menuju Mekkah ditemani Muthawif (pembimbing ibadah) yang disediakan oleh travel.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 6 jam menggunakan bus, mereka pun tiba di Mekkah. Jemaah singgah ambil miqat (titik awal umrah) di Masjid Aisyah dan menuju hotel.
“Kurang lebih 10 menit sebelum masuk hotel, kami mendapat informasi bahwa hotel yang sudah dipesan oleh travel sudah diambil oleh jemaah dari Pakistan. Alasan kenapa terjadi hanya Allah yang tahu,” katanya.
Akhirnya, para jemaah menempati hotel tidak sesuai dengan siskopatuh. Meski demikian, Sri mengaku hal itu tak mengganggu ibadah para jemaah, walau harus berpindah hotel.
Setelah menunaikan ibadah umrah di Mekkah, jemaah lanjut ke Madinah dan menginap di hotel. Namun lagi-lagi hotel tak sesuai siskopatuh.
Pada 2 Februari 2025, jemaah akhirnya bersiap untuk kembali ke tanah air. Mereka berangkat dari Madinah ke Bandara King Abdulaziz Internasional di Jeddah.
“Harapan kami tiketnya langsung ke Indonesia, seperti rute yang disampaikan pihak travel. Ternyata di luar dugaan, kami diterbangkan ke Filipina oleh pihak travel, di sinilah babak tersedih,” ungkap Sri.
Setiba di Filipina, jemaah tak langsung pulang ke Indonesia. Mereka justru harus ditahan oleh petugas Imigrasi selama 2 hari. Lantaran, pihak travel memberikan tiket palsu tujuan Jakarta transit di Malaysia.
“Disitulah air mata kami jatuh dan lebih menyakitkan lagi kami langsung ditahan pihak Imigrasi Filipina dan terancam dideportasi jika tak bisa memastikan kapan kami keluar dari negara ini,” bebernya.
Rombongan jemaah ini dimasukkan ke ruang isolasi Imigrasi Filipina sambil diawasi secara ketat. Bahkan, mereka harus tidur di lantai dan di kursi.
Mereka pun berinisial untuk menghubungi pihak KBRI dan meminta bantuan. KBRI di Manila akhirnya datang membantu para jemaah.
“KBRI mengurus seluruh kebutuhan jemaah. Seperti makan dan minum, berkomunikasi dengan pihak travel dan meminta rekomendasi dari Pemerintah Arab Saudi agar kami bisa pulang ke Indonesia,” ucapnya.
Menurut jemaah yang lain, mereka sempat mendapatkan tiket menuju Malaysia. Namun, tiket pesawat itu hangus, karena pihak imigrasi belum mau melepas rombongan jamaah umrah.
“Kabarnya, Imigrasi Arab Saudi kena tegur Filipina, karena melepas penumpang yang memiliki tiket palsu. Sehingga, Filipina meminta rekomendasi dari Arab Saudi agar bisa melepas kami,” kata jemaah berinisial T.
Setelah mendapatkan tekanan dari KBRI, lanjut Sri, rombongan jamaah akhirnya mendapatkan tiket pesawat ke Indonesia, transit di Malaysia. Di Malaysia, mereka mendapatkan kabar duka, Gusman Sanusi meninggal dunia.
“Ada teman jemaah kami yang meninggal dunia di atas pesawat (Filipina – Malaysia) akibat sudah kelelahan dan sakit sejak di Filipina. Penerbangan Jeddah – Filipina 10 jam, ditambah lagi tragedi di Filipina,” kata Sri.
Namun menurut T, Gusman Sanusi diduga meninggal dunia akibat kelelahan, kelaparan dan haus selama di Filipina.
Sumber matalokal, total jemaah umrah yang meninggal sebanyak 2 orang. Salah satunya warga Kendari, namun dimakamkan di Mekkah. Sri Indrawati membenarkan informasi ini.
Sri melanjutkan, di Malaysia mereka terbang ke Jakarta. Namun, di Jakarta, mereka belum mendapatkan tiket di Kendari. Akhirnya, jemaah menginap 1 malam atau kembali tinggal selama 2 hari di Jakarta.
Karena tak kuat, beberapa jemaah membeli tiket pesawat sendiri untuk pulang ke Kota Kendari. Puluhan jemaah ini akhirnya pulang ke Kota Kendari pada 7 Februari 2025 pagi menggunakan maskapai Pelita Air.
Total, puluhan jemaah ini menghabiskan waktu 19 hari untuk melaksanakan ibadah umrah menggunakan Travel Smarthajj.
Sultra Informasi, telah berupaya meminta konfirmasi pihak travel Smarthajj baik melalui nomor telepon yang tertera di akun Instagram maupun mendatangi kantor pusatnya di Kota Kendari, namun belum berkenan memberikan keterangan.
𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐤𝐮𝐧𝐣𝐮𝐧𝐠𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢 𝐆𝐨𝐨𝐠𝐥𝐞 𝐁𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐮𝐥𝐭𝐫𝐚𝐢𝐧𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢.𝐢𝐝, 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢.