Tulisan dari Opini tidak mewakili pandangan dari redaksi sultrainformasi.id
Indonesia saat ini tengah dihebohkan dengan adanya berbagai aksi unjuk yang terjadi di berbagai titik dan dipelopori oleh aliansi BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia). Aksi tersebut bermula ketika ketidakpuasan publik atas berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintahan belakangan ini memuncak. Pemerintahan yang baru berjalan selama
100 hari secara konsisten menunjukkan ketidakberpihakan dan pengesampingan atas berbagai kepentingan rakyat kecil.
La Ode Muhamad Barton (KETUA BEM FH UHO) dan Ahmad Sayyid Miqdad (KETUA KPH FH UHO) mengungkapkan Berbagai kasus dalam taraf nasional maupun regional secara nyata menunjukkan kebobrokan ini, seperti kasus yang dialami para masyarakat pesisir kabupaten tangerang yang tidak dapat mencari penghidupan karena adanya pagar laut yang muncul secara antah berantah, masyarakat hukum adat yang selama 10 tahun terakhir tak kunjung mendapatkan kepastian hukum.
Sebab, ketiadaan payung hukum yang dapat menjaminkan hak yang mereka miliki, permasalahan pertambangan yang harus dihadapi masyarakat kecil sehari-hari sebab lahannya yang terpaksa dirampas oleh perusahaan secara sepihak, atau para putra-putri keluarga miskin yang tidak dapat melanjutkan pendidikan sebab mahalnya biaya pendidikan dan tidak tepat sasarannya bantuan pemerintah.
Melihat kenyataan demikian yang begitu miris, suatu tajuk diusung guna menyuarakan keresahan yang dirasakan berbagai elemen masyarakat. Tajuk tersebut bernama “INDONESIA GELAP”, tajuk yang menjadi dasar utama bermulanya berbagai gerakan-gerakan organik oleh para mahasiswa dan masyarakat dalam upaya mengungkapkan protes atas ketimpangan kebijakan yang terjadi belakangan ini.
Aksi-aksi dengan tajuk “INDONESIA GELAP” tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi secara serentak diberbagai daerah seperti: Bandung, Lampung, Surabaya, Malang, Samarinda, Banjarmasin, Aceh, dan Bali juga digaungkan. Para masa aksi dalam gerakan tersebut menyuarakan keraguan cita-cita Indonesia Emas Tahun 2045. Seakan menghina cita-cita tersebut, indonesia yang berusaha menjadi emas malah terus berlayar kearah kegelapan yang nyata.
Kenyataan demikianlah yang menginisiasi diangkatnya tajuk “INDONESIA GELAP”. Aliansi BEM SI yang telah sepakat untuk berada dalam satu komando dalam menyuarakan ketidakadilan dan membela kepentingan rakyat kecil pada akhirnya melayangkan 13 TUNTUTAN guna menyelesaikan permasalahan fundamental yang terjadi pada berbagai kebijakan di Indonesia saat ini. 13 TUNTUTAN adalah:
- Ciptakan pendidikan gratis, ilmiah, dan demokratis serta batalkan pemangkasan anggaran
pendidikan. - Cabut proyek strategis nasional yang dianggap merugikan rakyat dan wujudkan reforma agraria sejati.
- Tolak revisi Undang-Undang Minerba yang dinilai membungkam kritik akademisi.
- Hapuskan multi fungsi ABRI untuk mencegah represi terhadap masyarakat sipil.
- Sahkan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi hak-hak mereka.
- Cabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang dianggap merugikan sektor pendidikan
dan kesehatan. - Evaluasi total program makan gratis agar tepat sasaran dan tidak sekadar alat politik.
- Realisasikan anggaran tunjangan kinerja dosen untuk kesejahteraan akademisi.
- Mendesak penerbitan Perppu tentang perampasan aset untuk memberantas korupsi.
- Tolak revisi UU TNI, Polri, dan Kejaksaan yang dinilai menguatkan impunitas aparat.
- Rombak Kabinet Merah Putih untuk mengatasi pejabat yang dinilai bermasalah.
- Tolak revisi tata tertib DPR yang dianggap dapat memperkuat kesewenang-wenangan
lembaga legislatif. - Reformasi total Kepolisian RI demi menghilangkan budaya represif dan meningkatkan profesionalisme.
Keseluruhan Tuntutan Aliansi BEM SI di atas merupakan solusi dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang diniliai fundamental dan perlu diselesaikan secepatnya sehingga dapat meluruskan kembali haluan negara ke arah cita-cita Indonesia Emas Tahun 2045.
Kendati demikian, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (BEM FH-UHO) dan Ketua Komunitas Penulis Hukum Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (KPH FH-UHO) mencoba memberikan pendekatan dalam melihat berbagai masalah tersebut secara komprehensif yang dapat melahirkan solusi yang konstruktif sehingga tujuan pergerakan kemahasiswaan dalam agenda reformasi berkelanjutan dapat terlaksana secara konkrit, efisien, serta efektif.
Pendekatan yang coba ditawarkan oleh Ketua BEM FH-UHO dan Ketua KPH FH-UHO adalah perlunya analisis yang mendalam atas sumber permasalahan yang muncul pada ke-13 Tuntutan Aksi Indonesia Gelap.
Secara singkat ketika kami memperhatikan masalah-masalah yang disuarakan, Kami menemukan beberapa hal mendasar yang menjadi faktor utama adanya ketidakpuasan elemen mahasiswa dan masyarakat.
Hal-hal tersebut dapat dispesifikasikan ke dalam tiga (3) sektor dari perspektif hukum/yuridis.
Ketiga sektor tersebut ialah:
- Sektor keuangan negara:
Pada sektor ini kami menemukan permasalahan utama dalam tuntutan aksi “Indonesia Gelap” bermuara pada kacaunya tata kelola keuangan negara sehingga berimplikasi langsung pada perencanaan, pemanfaatan, dan pelaksanaan anggaran negara. Hal ini dapat terlihat langsung pada beberapa poin tuntutan yang meminta agar anggaran dapat dikelola lebih tepat sasaran, efisien, dan dapat dirasakan dampaknya secara merata oleh seluruh masyarakat imdonesia. - Sektor kelembagaan negara:
Pada sektor ini kami menemukan kacaunya sistem ketatanegaraan indonesia, secara spesifik pada tugas, fungsi, dan kewenangan beberapa lembaga negara yang berjalan secara bertolak belakang dengan teori tata negara dan administrasi negara. Kekacauan tersebut dapat terlihat langsung pada beberapa poin tuntutan yang meminta agar diluruskannya praktik lembaga negara yang telah jauh melenceng. - Sektor politik hukum:
Pada sektor ini kami menemukan bahwa instrumen politik sebagai pembentuk hukum masih terlalu lamban dalam merespon kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Hal ini terlihat melalui adanya beberapa permasalahan pada norma yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Umumnya norma yang dikeluarkan cenderung tumpang tindih dengan norma lain, tidak memiliki kajian hukum yang komprehensif, atau bahkan norma yang belum sama sekali diatur/dibentuk.
Berdasarkan temuan ketua BEM FH-UHO dan ketua KPH FH-UHO di atas, keduanya berupaya menyusun suatu kajian yang lebih komprehensif dan mendalam berdasarkan basic keilmuan keduanya yaitu di bidang hukum sehingga dapat mengurai serta mengusut letak permasalahan yang terjadi di negara tercinta dapat menghadirkan suatu solusi konstruktif atas permasalahan yang ada.
Seirama dengan hal ini, keduanya berkomitmen untuk membawa kelembagaan kemahasiswaan yang lebih progresif dengan menanamkan semangat reformasi berkelanjutan dalam menyikapi dengan bijak isu-isu yang terjadi di Indonesia.
Tulisan: La Ode Muhamad Barton (KETUA BEM FH UHO) dan Ahmad Sayyid Miqdad (KETUA KPH FH UHO).