Jembatan Teluk Kendari: Simbol Kota, Titik Akhir Nyawa, atau Sekadar Kebetulan?

  • Share
Jembatan Teluk Kendari. Foto: Desain/sultrainformasi.id.
Jembatan Teluk Kendari. Foto: Desain/sultrainformasi.id.

KENDARI, SULTRAINFORMASI.ID – Jembatan Teluk Kendari tak lagi hanya menjadi ikon megah Kota Kendari. Dalam beberapa tahun terakhir, jembatan ini berulang kali menjadi lokasi orang mengakhiri hidup, memunculkan kekhawatiran dan pertanyaan mendalam di tengah masyarakat.

Rentetan Peristiwa di Jembatan Teluk Kendari

Kasus terbaru terjadi pada 26 Mei 2025. Erin Guswanto (23), warga Kecamatan Mandonga, dilaporkan melompat dari jembatan sekitar pukul 19.10 WITA. Jenazahnya ditemukan Tim SAR Gabungan keesokan harinya, 27 Mei 2025, pukul 13.43 WITA.

Sebelumnya, pada 27 April 2025, seorang wanita berinisial NNF ditemukan meninggal di Teluk Kendari setelah sebelumnya mengirim pesan WhatsApp bertuliskan “sunyi saya lompat.”

Pada 28 Maret 2025, percobaan bunuh diri oleh wanita berinisial SYL (25) berhasil digagalkan petugas.

Tragedi serupa juga terjadi pada 30 Juni 2023, ketika seorang dosen muda dilaporkan tewas setelah melompat dari jembatan tersebut.

Lebih jauh ke belakang, pada 11 Desember 2020, seorang wanita berinisial AS (25) nyaris melompat namun berhasil diselamatkan aparat berkat laporan cepat dari warga.

Tinjauan Ahli: Permasalahan yang Tak Bisa Diabaikan

Menanggapi fenomena yang kian marak ini, Praktisi Psikolog Klinis dan Forensik Surabaya, Riza Wahyuni SPsi MSi, menyatakan bahwa ada banyak faktor penyebab seseorang nekat mengakhiri hidup. Faktor-faktor tersebut mencakup tekanan pekerjaan, jeratan pinjaman online, persoalan ekonomi, konflik keluarga, asmara, hingga latar belakang masa lalu seperti pengalaman kekerasan atau pengasuhan yang salah.

“Masalah seringkali dianggap sepele oleh orang sekitar. Padahal setiap individu memiliki daya tahan psikologis yang berbeda. Kuat atau tidaknya mental seseorang sangat dipengaruhi oleh masa lalunya,” ujar Riza, dikutip dari detik.com, Rabu (20/5/2025).

Menurutnya, dukungan keluarga, lingkungan sosial yang sehat, dan adanya tempat untuk bercerita sangat menentukan kemampuan seseorang menghadapi tekanan hidup. Sebaliknya, mereka yang merasa sendiri dan tidak memiliki tempat bersandar akan lebih rentan terhadap depresi dan keputusasaan.

Langkah Pertolongan Pertama Psikologis

Riza menyebut ada tiga langkah awal pertolongan psikologis yang bisa dilakukan masyarakat untuk membantu mereka yang sedang dalam tekanan mental:

Amati: Pahami apa yang menjadi urgensi atau kebutuhan utama dari orang yang ingin dibantu.

Dengarkan: Biarkan mereka bercerita tanpa menyela atau menyalahkan. Mendengarkan dengan empati sangat berarti.

Dampingi: Bantu mereka untuk berkonsultasi dengan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater, terlebih jika sudah menunjukkan tanda menyakiti diri sendiri.

“Cukup itu yang bisa dilakukan masyarakat sebagai bentuk pertolongan pertama psikologis. Jika dibiarkan hingga menjadi trauma, proses penyembuhannya akan jauh lebih sulit,” jelas Riza.

Fenomena yang Tak Bisa Diabaikan

Ketinggian jembatan, suasana sepi di malam hari, dan pagar yang mudah diakses menjadi faktor risiko. Namun lebih dari itu, rentetan peristiwa ini menunjukkan adanya persoalan mendalam terkait kesehatan mental yang belum tertangani secara menyeluruh.

Anda Tidak Sendirian

Jika Anda sedang merasa putus asa, depresi, atau kehilangan harapan, segera hubungi psikolog, psikiater, atau layanan kesehatan terdekat. Bantuan selalu tersedia, dan hidup Anda sangat berarti.

𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐤𝐮𝐧𝐣𝐮𝐧𝐠𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢 𝐆𝐨𝐨𝐠𝐥𝐞 𝐁𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐮𝐥𝐭𝐫𝐚𝐢𝐧𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢.𝐢𝐝, 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢.

  • Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *