Sejak Berdiri di Sultra, PT VDNI dan OSS Diduga Tidak Pernah Bayar Pajak Air Permukaan

  • Share
Sejak Berdiri di Sultra, PT VDNI dan OSS Diduga Tidak Pernah Bayar Pajak Air Permukaan. Foto: Istimewa.
Sejak Berdiri di Sultra, PT VDNI dan OSS Diduga Tidak Pernah Bayar Pajak Air Permukaan. Foto: Istimewa.

KONAWE, SULTRAINFORMASI.ID – Dua perusahaan besar yang beroperasi di Sulawesi Tenggara (Sultra), PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) diduga tidak pernah membayar pajak air permukaan (PAP) sejak awal berdiri di bumi anoa.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepada Bidang (Kabid) Pajak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sultra, Wakuf D. Karim saat ditemui diruangan kerjanya, Senin (21/10/2024) beberapa hari lalu.

Kedua perusahaan tersebut beroperasi di kawasan industri Morosi, Kabupaten Konawe, dan telah memainkan peran penting dalam industri pertambangan serta pengolahan nikel di Indonesia.

Namun sejak awal operasional, baik VDNI maupun OSS belum pernah menyetorkan kewajiban mereka atas PAP.

“Virtue dan OSS itu sampai hari ini belum pernah bayar pajak air biar satu rupiah (Rp) dari semenjak berdiri sampai sekarang,” kata Wakuf kepada sultrainformasi.id, Senin (21/10/2024) beberapa hari lalu.

Menurutnya kedua perusahaan ini sangat bandel, mengingat pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) dalam hal ini Bapenda Sultra sudah melakukan pengiriman Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), namun tidak pernah direspon untuk beritikad baik melakukan pembayaran.

Wakuf menyebutkan, bila ditotal dari tahun 2017 sampai 2020 PT VDNI memiliki PAP kepada daerah sebesar Rp26 miliar, begitu juga dengan PT OSS.

“Saya hitung hanya dari 2017 sampai 2020 itu ada Rp26 miliar yang dia belum bayar sampai sekarang, ini khusus PAP saja. Saya belum hitung di tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024,” ujarnya.

Kata dia, terkait hal ini sudah diajukan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra dan telah diproses. Namun kedua perusahaan tersebut tidak juga mengubris, pasalnya sampai saat ini belum ada niatan baik melakukan pembayaran PAP.

Beberapa faktor yang membuat pemerintah provinsi kewalahan menangani hal ini, yakni karena kewenangan sepenuhnya berada di pemerintah pusat, termaksud pencabutan izin perusahaan.

Sedangkan pihak pemerintah daerah hanya diberikan kewenangan untuk melakukan penagihan.

“Kita tidak punya kewenangan. Kalau misal di tahun 2019 ke belakang itu enak, karena kewenangan untuk mencabut izin, memberikan hukuman ada di pemerintah daerah. Namun saat di tahun 2019 masuk tahun 2020 itu kewenangan diambil alih pusat,” ungkapnya.

PAP sendiri merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur serta kebutuhan publik lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perusahaan yang memanfaatkan sumber daya air untuk operasional bisnisnya diwajibkan membayar pajak kepada pemerintah daerah. Ketidakpatuhan dalam pembayaran pajak ini dianggap melanggar aturan yang berlaku.

Hingga berita ini diterbitkan, jurnalis media ini masih melakukan upaya konfirmasi ke pihak terkait.

𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐤𝐮𝐧𝐣𝐮𝐧𝐠𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢 𝐆𝐨𝐨𝐠𝐥𝐞 𝐁𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐮𝐥𝐭𝐫𝐚𝐢𝐧𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢.𝐢𝐝, 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢.

  • Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *