Praktisi Tak Dilibatkan Jadi Panelis Debat Pilgub, KPU Sultra Disebut Tutup Mata Persoalan Rakyat

  • Share
Praktisi Tak Dilibatkan Jadi Panelis Debat Pilgub, KPU Sultra Disebut Tutup Mata Persoalan Rakyat. Foto: Istimewa.
Praktisi Tak Dilibatkan Jadi Panelis Debat Pilgub, KPU Sultra Disebut Tutup Mata Persoalan Rakyat. Foto: Istimewa.

KENDARI, SULTRAINFORMASI.ID – Pemilihan panelis debat kandidat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilakukan KPU Sulawesi Tenggara tak melibatkan praktisi dan masyarakat sipil. KPU Sultra pun disebut tutup mama persoalan rakyat.

Kritik itu datang dari Direktur Pusat Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspa HAM) Sultra, Kisran Makati. Kisran mempersoalkan keputusan KPU Sultra tersebut.

“Langkah ini tidak hanya problematik, tapi juga kurang bijak, karena jelas mengabaikan persoalan nyata yang dihadapi masyarakat setiap hari. KPU tolong ingat, ini debat politik, bukan kuliah umum di ruang kelas,” kata Kisran, Jumat (18/10/2024).

Panelis debat pilgub Sultra 2024. Foto: KPU Sultra.

Menurut eks Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra ini, debat politik adalah momen penting untuk menguji para calon pemimpin dalam menghadapi realitas kehidupan rakyat, bukan soal teori atau retorika ilmiah yang kompleks.

Kata Kisran, panelis debat yang didominasi kalangan akademisi ini membuat debat terasa lebih seperti seminar kampus dan kurang relevan masalah di masyarakat.

“Apakah relevan dengan kehidupan kita yang setiap hari berhadapan dengan masalah-masalah seperti kerusakan lingkungan, konflik agraria, korupsi, narkoba, banjir musiman, serta lonjakan harga kebutuhan pokok?,” tanya Kisran.

Kisran melanjutkan, masalah hak asasi manusia, keadilan lingkungan, kesehatan publik, hingga kesetaraan gender sering kali kurang mendapat perhatian dalam ranah akademik yang penuh angka dan statistik.

Namun faktanya, isu-isu ini dihadapi langsung masyarakat. Sehingga, ketika KPU Sultra hanya mengundang akademisi sebagai panelis, suara petani, nelayan, buruh, dan masyarakat akar rumput tidak didengar.

Padahal, mantan panelis Pilgub Sultra 2018 ini, debat politik seharusnya mencerminkan beragam perspektif dari berbagai kalangan termasuk mereka yang terjun langsung mengadvokasi hak-hak rakyat.

Dengan langkah ini, lanjut Kisran, KPU Sultra justru mempersempit ruang partisipasi masyarakat dalam debat yang seharusnya inklusif.

“KPU Sultra seolah menutup telinga terhadap persoalan riil yang dialami rakyat. Keputusan ini mengirimkan pesan bahwa hanya pandangan akademisi yang layak didengar,” ujar Kisran.

Di samping itu, Kisran meragukan netralitas para akademisi, termasuk panelis debat. Menurutnya, banyak akademisi memiliki kepentingan, bias, dan preferensi politik.

Kisran lantas mempertanyakan objektivitas para akademisi dalam merumuskan materi debat kandidat Cagub-Cawagub Sultra yang digelar perdana di Kota Baubau, pada Sabtu, 19 Oktober 2024.

“Jika hanya mereka yang diizinkan bertanya, bagaimana kita bisa menjamin objektivitas? Alih-alih memperkaya diskusi, debat malah bisa dipenuhi jargon ilmiah yang tidak semua orang pahami,” katanya.

Bagi Kisran, Pemilu adalah tentang masa depan rakyat, bukan sekadar adu teori atau pamer data yang rumit.

Jika KPU Sultra benar-benar peduli pada demokrasi yang inklusif dan relevan, mereka harus melibatkan panelis dari berbagai lapisan masyarakat yang merepresentasikan keragaman Indonesia.

“Suara rakyatlah yang harus didengar, bukan hanya suara dari menara gading akademisi. Untuk debat-debat selanjutnya, pertimbangkan evaluasi panelis, agar benar-benar mewakili kepentingan rakyat dan menggali isu-isu yang nyata di lapangan, bukan sekadar teori,” tandasnya.

Ketua KPU Sultra, Asril belum menanggapi terkait panelis tersebut. Dirinya masih meminta waktu untuk diwawancarai. “Tunggu ya, sebentar,” kata Asril lewat telepon seluler, pada Jumat, 18 Oktober 2024.

KPU Sultra menetapkan 7 panelis debat publik Cagub-Cawagub Sultra. Ketujuh panelis itu yakni Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Prof Muhammad Zamrun, pakar Filologi UHO Prof La Niampe, Prof Buyung Sarita pakar Institusi Keuangan UHO.

Selanjutnya, Pakar Gender dan Kesehatan Reproduksi Perlindungan Perempuan dan Anak UHO Prof Sartian. Pakar Manajemen Pendidikan IAIN Kendari Abdul Kadir, Hukum SDA Sahrina Saifudin, serta Pakar Sosiologi Pembangunan Desa IPB Sofyan Sjaf.

𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐤𝐮𝐧𝐣𝐮𝐧𝐠𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐢 𝐆𝐨𝐨𝐠𝐥𝐞 𝐁𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐮𝐥𝐭𝐫𝐚𝐢𝐧𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢.𝐢𝐝, 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢.

  • Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *