Kendari Butuh Sistem Pencegahan Bunuh Diri yang Nyata, Bukan Penyesalan Terlambat 

Oleh: FAZMI MIRZA DWIYANA

Oleh: FAZMI MIRZA DWIYANA

Minat Perilaku & Promosi Kesehatan, Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat FK-KMK Universitas Gadjah Mada

Bunuh diri bukan hanya tragedi personal ia adalah masalah kesehatan masyarakat yang mendesak.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019, sekitar 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun. Angka ini bahkan lebih tinggi di kalangan usia muda.

Di Indonesia sendiri, tren ini mengkhawatirkan: sepanjang Januari hingga Agustus 2023, Kementerian Kesehatan RI mencatat 866 kasus bunuh diri melonjak tajam dari hanya 300 kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya (Kemenkes RI, 2024).

Kini, Kota Kendari turut masuk dalam peta darurat ini. Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir (Maret–Mei 2025), tercatat lima kasus bunuh diri, melibatkan remaja berusia 14 hingga 23 tahun. 

Tragedi yang terjadi di Jembatan Teluk Kendari menjadi alarm keras bagi kita semua—dan lebih mengkhawatirkan lagi, ini bukan yang pertama.

Kenyataan Pahit di Balik Tragedi

Di balik headline media dan kesedihan publik, terdapat satu kenyataan yang tak bisa diabaikan: 

Kota Kendari belum memiliki sistem pencegahan bunuh diri yang terstruktur dan menyeluruh. Saat ini:

– Tidak tersedia layanan konseling komunitas yang mudah diakses.

– Edukasi kesehatan mental masih sangat minim.

– Ruang diskusi emosional di sekolah, komunitas, atau media sosial nyaris tidak tersedia.

Semua ini membuat mereka yang sedang mengalami krisis batin berteriak dalam diam dan sering kali, suara mereka tak terdengar.

Bukti Kota Belum Siap

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara (2024):

– Kota Kendari hanya memiliki 12 psikolog klinis.

– Belum ada data resmi mengenai tenaga promosi kesehatan mental di tingkat komunitas.

Dengan jumlah tenaga profesional yang sangat terbatas, tentu mustahil untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tanpa sistem dukungan berbasis komunitas, edukasi digital, dan peran aktif lingkungan sekitar, pencegahan menjadi sangat lemah.

Apa yang Harus Dilakukan?

Pencegahan bunuh diri tidak bisa diserahkan hanya pada individu atau keluarga ia butuh sistem kolektif. Berikut langkah-langkah yang perlu segera dilakukan:

Bentuk Layanan Konseling di Tingkat Kecamatan dan Sekolah

– Gunakan tenaga kesehatan yang tersedia dan bangun kerja sama dengan kampus/universitas.

Latih Guru, Kader, dan Tokoh Masyarakat sebagai ‘Gatekeeper’

– Agar mereka mampu mengenali tanda-tanda risiko bunuh diri dan memberi pertolongan pertama psikologis.

Buka Akses Hotline dan Layanan Psikologis Gratis

– Libatkan organisasi kemasyarakatan, BEM, komunitas rohani, dan LSM untuk membentuk sistem rujukan yang mudah dijangkau.

Buat Pedoman Peliputan Bunuh Diri dan Edukasi Netizen

Karena komentar tidak empatik di media sosial dapat menjadi pemicu tragedi selanjutnya.

Saatnya Kota Bertindak

Pemerintah Kota Kendari harus segera membentuk Satuan Tugas Pencegahan Bunuh Diri dan Kesehatan Mental, serta menganggarkan:

– Pelatihan gatekeeper di lingkungan sekolah dan masyarakat.

– Penyediaan layanan psikologis komunitas berbasis wilayah.

– Kampanye kesehatan mental secara berkelanjutan dan berbasis data.

Jadikan Jembatan Teluk Kendari bukan simbol keputusasaan, tetapi titik awal perbaikan sistem perlindungan jiwa. Karena satu nyawa yang terselamatkan, adalah kemenangan seluruh kota.

Tulisan dari Opini tidak mewakili pandangan dari redaksi sultrainformasi.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup